Benarkah Hakim wujud Nyata dari Kekuasaan Kehakiman, Bagaimana dengan Non Hakim? Refleksi atas polemik Cuti Massal kenaikan Gaji Hakim

Share :

Benarkah Hakim wujud Nyata dari Kekuasaan Kehakiman, Bagaimana dengan Non Hakim? Refleksi atas polemik Cuti Massal kenaikan Gaji Hakim

Dr. Jonaedi Efendi

Hari ini menandai hari ketiga cuti massal para hakim di Indonesia. Mereka mengambil cuti sebagai bentuk protes atas gaji yang, menurut kabar, sudah tidak naik selama 12 tahun. Saya tidak akan terlalu fokus membahas kenaikan gaji mereka (meski mungkin akan saya singgung sedikit), karena sebelumnya saya sudah membahasnya secara ilmiah dengan cukup mendalam. Fokus saya kali ini adalah implikasi dari polemik ini, yang ramai diperbincangkan di beberapa grup WhatsApp dan media daring. Salah satu tulisan dari seorang hakim menyebutkan bahwa hakim adalah representasi nyata dari kekuasaan kehakiman, sehingga non-hakim dianggap bukan bagian penting dari kekuasaan kehakiman, oleh karenanya tidak layak melakukan pembinaan (ini kontesknya masalah pembinaan, pen) Selain itu, dalam audiensi dengan DPR, ada pernyataan dari para hakim yang membandingkan kondisi seorang hakim yang naik sepeda motor dengan panitera sekretaris yang berkendara mobil menjadi narasi yang paradoks. Bukankah hakim adalah pejabat negara, sedangkan panitera sekretaris hanya PNS?

Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, saya ingin memberikan klarifikasi tentang kapasitas saya untuk membahas tentang hakim atau tunjangan mereka. Saya bukan seorang hakim, juga bukan bagian dari lembaga peradilan. Saya hanyalah seorang dosen di sebuah Universitas yang berafiliasi dengan kepolisian, sekaligus pendiri dan CEO beberapa perusahaan. Namun, secara akademis, InsyaAllah saya cukup kompeten untuk menulis tentang hakim dan peradilan. Pada tahun 2013, saya mempertahankan disertasi berjudul “Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hakim Agung dalam Perkara Pidana Berbasis Nilai-Nilai Hukum dan Keadilan,” di Universitas Brawijaya yang kemudian diterbitkan sebagai buku pada tahun 2015 dengan judul yang serupa oleh penerbit ternama, beberapa hakim agung juga menerbitkan buku mereka di penerbit yang sama.

Pada tahun 2015, saya menulis artikel ilmiah untuk orasi ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional bereputasi dengan judul “Judicial Liability Decision in Effort to Provide Access to Justice.” Pada tahun 2017, saya kembali menulis tentang pertimbangan hakim dalam putusan dengan artikel berjudul “Substantive Aspects of Ratio Decidendi in Indonesian Criminal Justice System.” Pada tahun 2024, saya menulis artikel terkait pengadilan dan penegakan hukum yang diterbitkan di jurnal nasional terakreditasi dengan judul “Application of Procedural Justice vis a vis Substantive Justice in Law Enforcement.”

Khusus terkait kesejahteraan hakim, bersama istri saya menulis artikel berjudul “Konstruksi Relasi Kesejahteraan Hakim dengan Kualitas Putusan yang Berkeadilan,” yang meraih juara kedua dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional yang diselenggarakan oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Dalam praktiknya, saya telah puluhan kali memberikan keterangan ahli di berbagai persidangan pidana dan memiliki interaksi yang cukup intens dengan hakim, panitera, dan warga pengadilan, terutama melalui kelas-kelas Magister Hukum, karena banyak mahasiswa pascasarjana berlatar belakang penegak hukum. Dengan demikian, saya merasa cukup terdorong untuk mengangkat topik seputar hakim dan peradilan.

Polemik terkait gaji hakim seharusnya sudah bisa diakhiri berdasarkan riset yang telah saya lakukan. Dalam artikel ilmiah tersebut, saya menunjukkan bahwa gaji hakim memang perlu dinaikkan. Kesimpulan dari riset ini adalah sebagai berikut:

  1. Pertama, gaji atau kesejahteraan hakim memang relatif masih rendah. Jika dibandingkan dengan beban kerja yang mereka tanggung dan gaji hakim di beberapa negara Asia, tesis ini memiliki dasar empiris yang kuat.
  2. Kedua, terdapat hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara kesejahteraan hakim dengan kualitas putusan yang mereka hasilkan. Meskipun para responden tidak secara eksplisit menyebutkan kesejahteraan hakim sebagai faktor utama dalam memberikan putusan yang adil, kesejahteraan hakim ternyata berpengaruh positif terhadap kualitas putusan secara keseluruhan.
  3. Ketiga, relasi antara kesejahteraan hakim dan kualitas putusan memiliki konstruksi yang positif. Secara teoritis, hubungan ini dapat dijelaskan melalui teori ekonomi dan realisme hukum. Dari segi empiris, meskipun kesejahteraan hakim tidak dianggap sebagai faktor utama dalam perspektif formalisme hukum, secara nyata kesejahteraan hakim merupakan hal yang sangat penting dan tak bisa diabaikan.

 

Tabel 3 Data Gaji Hakim di Negara-negara Asia

Negara Gaji/Tahun* IDR
Malaysia RM 306000 1,021,452,221.64
Filipina ₱ 822.012 230.019.507,90
Singapura $ 297.000 3.474.424.800
Vietnam 522.320. 030 ₫ 332.749.720,63
Brunei 115,260 BND 1.348.357.584
Thailand 3,622,400 THB 1.571.752.115,20
Papua New Guinea 148,300 PGK 620.614.738
Indonesia Terendah 168.000.000

Tertinggi 460.000.000

Sumber:  dikelola dari Economic Research Institute

* Sesuai dengan Mata Uang Masing-Masing

 

Seharusnya, dari kesimpulan riset tersebut, sangat jelas mengapa gaji hakim di Indonesia harus naik. Namun, sangat disayangkan bahwa narasi mengenai kenaikan gaji hakim sering kali tidak didasarkan pada argumentasi ilmiah yang kuat, melainkan lebih pada polemik yang tidak substansial. Misalnya, muncul argumen bahwa gaji hakim harus naik hanya karena ada hakim yang menggunakan sepeda motor sementara panitera sekretaris menggunakan mobil. Pernyataan semacam ini menciptakan kesan bahwa hakim berada dalam posisi superior dan panitera sekretaris sebagai PNS di lingkungan peradilan dianggap inferior. Padahal, posisi dan tanggung jawab masing-masing unsur dalam sistem peradilan tidak bisa dibandingkan secara sederhana berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan. Mempertentangkan antara Hakim dan Non Hakim jelas tidak relevan dan non ilmiah. Pertentangan ini juga dengan sendirinya memunculkan gap yang sangat kuat dan mungkin juga konfrontasi yang tidak penting. Baik hakim atau non hakim dipengadilan memiliki tugas fungsi yang berbeda namun dengan visi yang sama yakni menyelenggaran kekuasaan kehakiman yang berkeadilan.

Hakim memiliki beban kerja yang lebih kompleks, termasuk penanganan perkara yang berat dan keputusan yang berdampak luas pada masyarakat. Selain itu, gaji yang layak juga penting untuk memastikan independensi dan integritas hakim dalam menjalankan tugasnya. Dalam konteks ini, argumen yang lebih berbasis data dan analisis harus dikedepankan, sehingga diskusi mengenai kenaikan gaji hakim menjadi lebih objektif dan konstruktif. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hakim seharusnya didukung oleh pemahaman yang mendalam tentang peran dan kontribusi mereka dalam menjaga keadilan di masyarakat, bukan hanya didasarkan pada perbandingan yang tidak relevan.

Berikutnya tentang satu pertanyaan penting, apakah hakim wujud nyata dari kekuasaan kehakiman?

Kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan di masyarakat. Meskipun hakim sering kali dianggap sebagai wajah dari kekuasaan kehakiman, kontribusi panitera, juru sita, dan staf administrasi tidak kalah signifikan. Setiap unsur memiliki peran dan tanggung jawab yang spesifik, tetapi secara kolektif, mereka mendukung pelaksanaan fungsi peradilan yang adil dan efisien. Menurut Muliadi (2019), pemahaman tentang peran masing-masing unsur dalam kekuasaan kehakiman adalah kunci untuk meningkatkan kualitas pelayanan hukum.

Hakim memiliki otoritas untuk memutuskan perkara dan menerapkan hukum. Mereka berperan sebagai penegak keadilan dan penjaga integritas sistem hukum. Menurut Iskandar (2020), hakim tidak hanya berfungsi sebagai pengambil keputusan, tetapi juga sebagai mediator dan fasilitator dalam persidangan. Hakim dituntut untuk bersikap objektif dan adil, serta memiliki kemampuan untuk menganalisis bukti secara kritis. Kualitas putusan yang dihasilkan oleh hakim sangat dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap konteks hukum dan nilai-nilai keadilan yang berlaku. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan dan pelatihan hakim menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas keadilan yang ditegakkan di pengadilan.

Sedangkan Panitera bertugas untuk mengelola semua aspek administratif yang terkait dengan proses peradilan. Mereka bertanggung jawab untuk mencatat semua tindakan hukum, mengelola berkas perkara, dan memastikan semua dokumen tersedia saat dibutuhkan. Rina dan Husni (2020) menekankan bahwa panitera adalah penghubung antara hakim dan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara, serta berperan dalam menjaga kelancaran proses persidangan. Tanpa panitera yang efisien, banyak aspek dalam proses peradilan dapat terhambat, sehingga mengurangi akses keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi sistem peradilan untuk memberikan penghargaan dan dukungan yang memadai bagi peran panitera.

Juru sita memiliki peran yang tidak kalah penting dalam sistem peradilan. Mereka bertanggung jawab untuk melaksanakan putusan pengadilan, termasuk menyampaikan surat panggilan dan mengeksekusi keputusan. Susilo (2018) mencatat bahwa juru sita seringkali berada di garis depan dalam menegakkan keputusan hukum, sehingga mereka harus memiliki pemahaman yang kuat mengenai proses hukum yang berlaku. Kualitas pelaksanaan putusan oleh juru sita sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Oleh karena itu, pelatihan dan peningkatan kapasitas juru sita sangat penting untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugas dengan baik.

Adapun Staf administrasi memainkan peran penting dalam mendukung kelancaran operasional pengadilan. Mereka bertanggung jawab untuk mengelola dokumen, pengaturan jadwal sidang, dan pelayanan publik. Menurut Dhiwangkara (2021), staf administrasi yang efektif dapat meningkatkan efisiensi sistem peradilan dan memfasilitasi akses keadilan bagi masyarakat. Namun, sering kali peran mereka diabaikan, padahal kontribusi mereka sangat berpengaruh terhadap kinerja keseluruhan pengadilan. Oleh karena itu, pengakuan dan penghargaan terhadap peran staf administrasi perlu ditingkatkan.

Dengan demikian, Kekuasaan kehakiman adalah suatu sistem yang kompleks, di mana hakim, panitera, juru sita, dan staf administrasi berperan secara sinergis untuk menjamin keadilan dan efektivitas peradilan. Masing-masing unsur memiliki tanggung jawab dan fungsi yang unik, tetapi saling mendukung dalam mencapai tujuan bersama. Dengan memahami dan menghargai peran setiap unsur, sistem peradilan dapat berfungsi lebih baik, sehingga mampu memenuhi harapan masyarakat akan keadilan. Penting untuk terus melakukan pengembangan kapasitas dan pelatihan bagi semua unsur dalam kekuasaan kehakiman agar mereka dapat menjalankan tugas dengan baik dan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas keadilan.

Jadi, tidak layak mempertentangkan antara hakim dan non-hakim, karena masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda namun saling melengkapi dalam sistem peradilan. Hakim bertugas untuk memutuskan perkara dan menjaga integritas hukum, sedangkan panitera, juru sita, dan staf administrasi berfungsi sebagai pendukung yang memastikan kelancaran proses persidangan dan administrasi peradilan. Menghadapkan satu profesi terhadap yang lain hanya akan menciptakan ketidakpahaman dan mengabaikan pentingnya kolaborasi dalam mencapai tujuan bersama, yaitu keadilan. Oleh karena itu, diskusi tentang kesejahteraan dan penghargaan kepada setiap unsur dalam sistem peradilan harus dilakukan secara komprehensif dan berbasis pada kontribusi nyata mereka terhadap kualitas pelayanan hukum, bukan pada perbandingan yang dangkal. Dengan memahami dan menghargai peran masing-masing, kita dapat membangun sistem peradilan yang lebih efektif dan adil untuk seluruh masyarakat. wallahu a’lam.

 

DAFTAR BACAAN

Muliadi, S. (2019). Pengaruh Kinerja Unsur Kekuasaan Kehakiman Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia,  Jurnal Hukum dan Peradilan, 8(1), 45-60.

Iskandar, J. (2020). Peran Hakim dalam Sistem Peradilan: Antara Tugas dan Tanggung Jawab, Jurnal Ilmu Hukum, 12(3), 123-135.

Rina, M., & Husni, M. (2020), Fungsi Panitera dalam Proses Peradilan di Indonesia,  Jurnal Ilmu Hukum, 7(1), 45-59

Susilo, E. (2018), Peranan Juru Sita dalam Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Jurnal Administrasi Hukum, 9(3), 67-78

Dhiwangkara, A. (2021). Peran Staf Administrasi dalam Meningkatkan Efisiensi Sistem Peradilan. Jurnal Penegakan Hukum, 4(2), 77-85

Jonaedi Efendi, Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hakim Agung dalam Perkara Pidana Berbasis Nilai-Nilai Hukum dan Keadilan, Disertasi, 2013.

Judicial Liability Decision in Effort to Provide Access to Justice, Jurnal 2015

Substantive Aspects of Ratio Decidendi in Indonesian Criminal Justice System, Jurnal 2017

Application of Procedural Justice vis a vis Substantive Justice in Law Enforcement, Jurnal 2024.

Konstruksi Relasi Kesejahteraan Hakim dengan Kualitas Putusan yang Berkeadilan,IKAHI 2024

 

Leave Your Comment

Category

Subscribe

Subscribe us for Amazing Updates and News about Elementor.