Mengenal Tanah Swapraja: Sejarah, Status, dan Peraturan Hukumnya

Tanah swapraja adalah salah satu jenis tanah bersejarah di Indonesia yang sering menimbulkan kebingungan hukum. Meski istilah ini jarang dibahas di media, tanah swapraja masih ada hingga saat ini di beberapa wilayah bekas kerajaan atau kesultanan, seperti Yogyakarta, Surakarta, dan daerah lainnya. Untuk memahami statusnya, kita perlu menelusuri sejarah dan dasar hukumnya dalam sistem pertanahan nasional.

Sejarah Tanah Swapraja

Istilah “swapraja” berasal dari kata swa (sendiri) dan raja (penguasa), yang berarti wilayah yang memiliki pemerintahan sendiri di bawah otoritas kerajaan lokal. Pada masa sebelum kemerdekaan, tanah swapraja merupakan tanah milik kerajaan atau kesultanan yang digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan rakyatnya.

Ketika Belanda berkuasa, sebagian wilayah swapraja tetap diakui dan diberi status khusus. Namun setelah Indonesia merdeka, sistem hukum pertanahan diubah melalui Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960, yang menegaskan bahwa semua tanah dikuasai oleh negara dan harus disesuaikan dengan hukum nasional. Akibatnya, tanah swapraja perlu dikonversi ke dalam bentuk hak atas tanah sesuai sistem hukum Indonesia, seperti hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai.

Status Hukum Tanah Swapraja Saat Ini

Dalam konteks hukum sekarang, sebagian besar tanah swapraja dikategorikan sebagai tanah negara. Namun, masyarakat atau lembaga adat yang secara turun-temurun menguasai tanah tersebut masih bisa mengajukan hak baru melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN). Proses ini memerlukan bukti penguasaan, surat keterangan dari pemerintah daerah, serta riwayat penggunaan tanah.

Masalah sering muncul ketika tidak ada kejelasan administratif atau pengakuan dari pemerintah setempat terhadap tanah bekas swapraja. Hal ini menyebabkan banyak tanah swapraja belum bersertifikat, bahkan menjadi objek sengketa antara masyarakat dan pemerintah daerah.

Dasar Hukum dan Pengaturan

Ketentuan tanah swapraja diatur dalam:

  • UUPA No. 5 Tahun 1960, yang menghapus sistem tanah kolonial dan menegaskan penguasaan negara;

  • Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pembagian Tanah dan Ganti Kerugian;

  • Serta beberapa keputusan Menteri Agraria terkait pengaturan tanah bekas swapraja di berbagai daerah.

Tanah swapraja adalah warisan sejarah yang kini harus disesuaikan dengan hukum pertanahan nasional. Bagi masyarakat yang menempati atau menguasai tanah jenis ini, sebaiknya segera melakukan proses legalisasi agar mendapat kepastian hukum. Konsultasikan kebutuhan hukummu sekarang! Cukup dengan Rp20.000 untuk konsultasi awal hingga layanan selesai diurus dengan tuntas. Hubungi kami melalui Legal Consulting – Jasa Pengurusan izin Usaha, Dokumen Hukum

Share :

Leave Your Comment

Tags

Subscribe

Subscribe us for Amazing Updates and News about Elementor.