Hak Guna Bangunan (HGB) dan Ruang Lingkupnya
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), HGB diberikan untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas, Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan (HPL), atau Tanah Hak Milik (dengan perjanjian antara pemilik tanah dan pemegang HGB). Karena laut bukan merupakan “tanah” dalam pengertian hukum agraria, HGB tidak dapat diterbitkan di atas lautan.
Mengapa HGB Tidak Bisa Diterbitkan di Laut ?
Ada beberapa alasan hukum yang menyebabkan HGB tidak dapat diterbitkan di atas laut karena, Menurut UUPA, tanah adalah permukaan bumi yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh individu atau badan hukum. Sementara laut merupakan wilayah perairan yang berada dalam yurisdiksi negara dan tidak bisa dikategorikan sebagai tanah yang dapat diberikan hak kepemilikan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan menegaskan bahwa laut adalah sumber daya negara yang dikelola untuk kepentingan publik dan ekosistem, bukan untuk kepemilikan individu melalui hak atas tanah seperti HGB. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 202, Dalam peraturan ini disebutkan bahwa HGB hanya berlaku di atas tanah, sedangkan kawasan perairan memiliki regulasi perizinan yang berbeda.
https://yuris.co.id/?s=hgb+
Alternatif Izin Untuk Bangunan di Atas Laut
Meskipun HGB tidak bisa diterbitkan di laut, ada beberapa alternatif izin yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas atau properti di atas laut, antara lain:
- Izin Pemanfaatan Ruang Laut (IPRL). IPRL adalah izin yang diberikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk pemanfaatan ruang laut, termasuk untuk pembangunan resort terapung, dermaga, atau struktur lainnya.
- Hak Pengelolaan (HPL) di Kawasan Reklamasi. Jika bangunan berdiri di atas tanah hasil reklamasi (daratan yang dibuat di atas laut), maka tanah tersebut bisa diberikan HPL, yang kemudian dapat diterbitkan HGB bagi pihak yang ingin membangun properti di atasnya.
- Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Zona Perairan. Beberapa proyek strategis yang melibatkan pembangunan di atas air, seperti jembatan, pelabuhan, dan fasilitas maritim, biasanya mendapatkan izin khusus dari pemerintah daerah atau kementerian terkait.
Namun faktanya yang terjadi di lapangan ditemukan Sertifikat Hak Guna Bangunan ( HGB) diatas laut seperti, kasus pagar laut Tanggerang dan Sidoarjo. Hal ini menimbulkan kontroversi karena dianggap melanggar aturan tata ruang dan putusan Mahkamah Konsitusi (MK) 85/PUU-XI/2013 melarang/membatalkan pemanfaatan ruang (HGB,HM,dll) diatas perairan. Menurut gusti grehenso penulis dari Universitas Gadjah Mada menyebutkan bahwa kasus pagar laut tersebut perlu ditalaah lebih detail dari sisi legalitas, terutama terkait izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Apabila terdapat KKPRL, maka hal tersebut sah secara hukum. Namun, jika tidak, maka yang perlu diperhatikan adalah prosedur yang diajukan dan dampak terhadap akses nelayan dapat diperhitungkan.
https://www.hukumonline.com/berita/a/akademisi-fh-ugm-sebut-secara-hukum-hak-atas-perairan-bisa-disertipikatkan-lt6794abbc897a4/
Jika informasi bermanfaat, silahkan hubungi @jflawfirm_id