Pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang diakui oleh hukum dan agama, bertujuan untuk membangun keluarga yang harmonis dan sejahtera. Namun, dalam praktiknya, tidak semua pernikahan dapat bertahan hingga akhir hayat. Perpisahan atau perceraian sering kali menjadi jalan terakhir bagi pasangan yang menghadapi berbagai permasalahan dalam rumah tangga. Artikel ini akan membahas dinamika pernikahan yang berakhir dengan perpisahan menurut perspektif hukum.
Penyebab Perceraian dalam Perspektif Hukum
Perceraian dalam hukum diatur secara berbeda di setiap negara, namun umumnya terdapat beberapa alasan yang dapat menjadi dasar gugatan cerai, antara lain:
- Perselisihan yang Tidak Dapat Didamaikan
Hukum mengakui bahwa jika perselisihan antara suami dan istri sudah tidak dapat didamaikan dan menimbulkan ketidakharmonisan yang terus-menerus, maka perceraian dapat menjadi pilihan. - Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). KDRT adalah salah satu alasan yang kuat dalam hukum untuk mengajukan perceraian, baik yang bersifat fisik, psikis, ekonomi, maupun seksual.
- Perselingkuhan. Dalam hukum perkawinan, perselingkuhan atau zina dapat menjadi alasan kuat untuk perceraian karena dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap kesetiaan dalam rumah tangga.
- Tidak Bertanggung Jawab. Ketidakhadiran salah satu pasangan dalam menjalankan kewajibannya, baik dalam aspek ekonomi, emosional, maupun sosial, dapat menjadi dasar bagi perceraian.
- Perbedaan Prinsip dan Nilai Hidup. Seiring waktu, pasangan dapat mengalami perubahan dalam prinsip hidup yang berbeda, sehingga sulit untuk menemukan titik temu dalam melanjutkan rumah tangga.
Proses Perceraian dalam Hukum
Setiap negara memiliki mekanisme hukum yang berbeda dalam proses perceraian. Namun, secara umum, proses perceraian melibatkan tahapan berikut:
- Pengajuan Gugatan Cerai
Salah satu pihak (suami atau istri) mengajukan gugatan cerai ke pengadilan yang berwenang dengan menyertakan alasan yang mendukung permohonannya. - Mediasi. Sebelum sidang berlangsung, pengadilan biasanya mewajibkan proses mediasi untuk memberikan kesempatan bagi pasangan untuk berdamai.
- Sidang Pengadilan. Jika mediasi gagal, sidang akan digelar untuk mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak, saksi, serta bukti yang mendukung gugatan cerai.
- Putusan Pengadilan. Pengadilan akan mengeluarkan putusan yang menyatakan apakah gugatan cerai dikabulkan atau tidak. Jika dikabulkan, maka pernikahan resmi berakhir secara hukum.
- Pengurusan Hak Asuh dan Harta Gono-gini. Setelah perceraian, pengadilan akan memutuskan hak asuh anak dan pembagian harta bersama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Begini Cara Mengurus Akta Perkawinan
Dampak Perceraian dalam Perspektif Hukum
Perceraian tidak hanya berdampak pada pasangan suami-istri, tetapi juga pada anak-anak dan aspek sosial lainnya. Dari perspektif hukum, dampak perceraian meliputi:
- Status Hukum Anak. Hak asuh anak akan ditentukan oleh pengadilan berdasarkan kepentingan terbaik anak.
- Hak Nafkah. Pasangan yang bercerai tetap memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya.
- Pembagian Harta Bersama. Harta yang diperoleh selama pernikahan akan dibagi sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Perubahan Status Sipil. Setelah perceraian resmi, status hukum masing-masing pasangan berubah menjadi duda atau janda.